google-site-verification: google42f5df8ae0c2c4ef.html O L A H R A G A

Rabu, 03 Agustus 2011

Terapi oral mengurangi kejadian BV dan meningkatkan kesehatan vagina pada perempuan HIV-positif



Penelitian secara luas menunjukkan hubungan antara penyakit infeksi menular seksual (IMS) dan infeksi HIV. Satu penelitian baru menunjukkan bahwa vaginosis bakteri (BV) dikaitkan dengan perubahan tingkat sitokin yang mendorong peradangan dan molekul pertahanan mukosa secretory leukocyte protease inhibitor (SLPI), yang mungkin membantu menjelaskan bagaimana BV meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HIV.

BV dihubungan dengan gangguan keseimbangan flora bakteri pada vagina dan pertumbuhan organisme yang berbahaya secara berlebihan. Sementara hubungan seks dapat mengganggu flora vagina dan BV sering digolongkan sebagai infeksi menular seksual (IMS), kondisi ini juga dapat muncul tanpa hubungan seks.

Untungnya, terapi oral mungkin dapat mengurangi kejadian BV sehingga berpotensi mengurangi risiko infeksi HIV pada perempuan, menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Infectious Diseases edisi 15 Mei 2008.

Para peneliti dari Universitas Washington di Seattle, AS dan rekan mereka di Kenya melakukan uji coba secara acak terhadap terapi oral yang diamati secara langsung secara berkala untuk mengurangi infeksi vagina pada perempuan di Kenya yang berisiko mendapatkan HIV.

Antara Mei 2003 dan November 2005, 310 perempuan pekerja seks yang HIV-negatif secara acak diberi metronidazol 2g plus 150mg flukonazol sebulan sekali, atau dua pil plasebo. Ciri-ciri awal pada kedua kelompok adalah serupa dan kurang lebih 40% mempunyai infeksi vagina saat mulai penelitian.

Titik akhir primer dari penelitian ini adalah BV, kandidiasis vagina (juga dikenal sebagai seriawan atau infeksi jamur), trikomoniasis vaginalis, dan kumpulan organisme laktobasilus (bakteri yang menunjukkan flora vagina yang sehat).

Sejumlah 303 perempuan dilibatkan dalam analisis titik akhir primer. Keduanya, baik kelompok yang diobati maupun kelompok plasebo memiliki kunjungan tindak lanjut rata-rata 12 kali per peserta, yang termasuk bakteri pemeriksaan fisik, pengambilan contoh vagina dan rahim serta tes darah HIV.

Hasil

Dibandingkan dengan peserta kontrol, perempuan yang menerima metronidazol plus flukonazol memiliki kejadian BV yang lebih sedikit (rasio hazard [HR] 0,55, atau kurang lebih separuh kejadian).
Perempuan yang diobati juga lebih sering mempunyai kumpulan organisme segala jenis laktobasilus (HR 1,47) dan jenis laktobasilus yang menghasilkan peroksida hidrogen (HR 1,63).
Kejadian kandidiasis vagina (HR 0,84) dan trikomoniasis (HR 0,55) juga lebih rendah di antara perempuan yang diobati, tetapi perbedaannya tidak mencapai makna secara statistik.

Kesimpulan

Penulis penelitian menyimpulkan bahwa, “Pengobatan pencegahansecara berkala mengurangi kejadian BV dan meningkatkan kumpulan flora vagina yang normal.”

Mereka menambahkan bahwa, “Intervensi kesehatan vagina mungkin menyediakan pendekatan yang sederhana dan dikendalikan oleh perempuan untuk mengurangi risiko penularan HIV.”

Dalam tajuk rencana bersama, Lucy Shin dan Rupert Kaul dari Universitas Toronto berpendapat bahwa mencegah infeksi vagina mungkin adalah strategi yang lebih untuk mencegah penularan HIV di Afrika sub-Sahara dibandingkan mengobati herpes, yang hasil penelitiannya baru-baru ini mengecewakan.

Mereka menambahkan bahwa untuk secara resmi menunjukkan, efektivitas intervensi yang dikhususkan pada kesehatan vagina akan membutuhkan uji coba yang “rumit dan memakan waktu”, tetapi mengakui bahwa “kebutuhan terhadap strategi pencegahan yang dikhususkan pada perempuan belum pernah lebih besar.”